Musa dan Harun sama – sama diutus oleh Allah untuk berdakwah di negeri Mesir dan mengajak kaum Israil menyembah Allah. Mereka sama – sama keturunan keempat dari Nabi Ya’qub. Nabi Musa bin Imron bin Qahat bin Lawi bin Ya'qub lahir dikalangan Bani Isra'il, putra dari Imran dan Yukabad. Nabi Musa menikah dengan puteri Nabi Syu'aib yaitu Shafura. Nabi Musa juga dipertemukan dengan beberapa orang nabi diantaranya ialah bapa mertuanya Nabi Syu'aib, Nabi Harun dan Nabi Khidhir. Di sini juga diceritakan tentang perlibatan beberapa orang nabi yang lain di antaranya Nabi Somu'il serta Nabi Daud.
Mesir pada waktu itu dipimpin oleh Fir’aun. Kerajaannya luas dan kaya raya. Penduduknya terdiri dari 2 suku, yang pertama bangsa asli Mesir yakni Qubti dan suku Israil keturunan Nabi Ya’qub. Kebanyakan orang – orang Qubti menduduki jabatan yang tinggi, sedangkan orang Israil hanya berkedudukan rendah seperti buruh dan pelayan. Fir’aun memerintah dengan semena – mena dan tidak berperikemanusiaan. Rakus terhadap kekuasaan hingga ia menyebut dirinya Tuhan.
Pada suatu hari seorang ahli nujum datang menghadap raja dan memberitahu bahwa menurut firasatnya tak lama lagi akan lahir seorang bayi lelaki akan dilahirkan dari kalangan Bani Isra'il yang kelak akan menjadi musuhnya dan membinasakannya.
Raja Fir'aun segera mengeluarkan perintah agar membunuh semua bayi lelaki yang dilahirkan di kalangan Bani Israil. Begitu mengetahui bahwa anaknya yang lahir laki – laki, Imran dan Yukabad panik. Kemudian Allah mengilhamkan kepada mereka agar membuat peti tahan air lalu menghanyutkan musa ke dalam peti di sungai Nil. Kakak Musa diperintahkan oleh ibunya untuk mengikuti peti itu agar diketahui ditangan siapa akan jatuh. Peti itu akhirnya ditemukan oleh putri Fir’aun, dan setelah mengetahui isi peti itu, ia membawanya kehadapan ibunya yaitu istri Firaun yang bernama Aisah. Aisah sangat senang dan mengutarakan maksudnya kepada Fir’aun bahwa ia akan mengangkat bayi itu sebagai anak.
Mulanya Fir’aun menolak, namun atas bujukan Aisah akhirnya ia setuju. Nama Musa bererti air dan pohon {Mu=air , Sa=pohon} sesuai dengan tempat ditemukannya. Kemudian dicarilah pengasuh yang akan menyusui Musa. Namun beberapa inang yang didatangkan tidak ada yang cocok. Musa tidak mau menyusu pada inang – inang itu. Kemudian kakak Musa menawarkan ibunya untuk menjadi inang, mereka pura – pura tidak mengenal Musa. Dan musa pun diserahkan kepada Yukabad sampai masa menyusu selesai, Yukabad pun mendapat upah yang cukup besar dan setelah selesai masa menyusu ia dikembalikan ke kerajaan dan dididik sebagaimana anak raja lainnya. Ia mengenderai kenderaan Fir'aun dan berpakaian sesuai dengan cara – cara Fir'aun berpakaian sehingga ia dikenal orang sebagai Musa bin Fir'aun.
Pada suatu hari ketika ia sedang berjalan – jalan, ia melihat kedua berkelahi seorang dari golongan Bani Isra'il bernama Samiri dan seorang lagi dari kaum Fir'aun bernama Fa'tun. Karena keadaa tidak seimbang, ia membela orang Israil, namun orang Qubti tidak mau diajak damai sehingga Musa marah dan Musa melontarkan pukulan kepada Fatun yang seketika mati.
Ada seorang yang melihat hal itu, Musa pun dilaporkan kepada Fir’aun, setelah diketahui bahwa Musa membela orang Israil, Fir’aun segera memerintahkan untuk menangkap Musa. Musa pun melarikan diri ke negeri Madyan, ia merasa berdosa dan bertaubat kepada Allah diatas perbuatannya yang tidak sengaja.
Setelah menjalani perjalanan selama delapan hari delapan malam dengan berkaki ayam {tidak beralas kaki} sampai terkupas kedua kulit tapak kakinya, tibalah Musa di kota Madyan yaitu kota Nabi Syu'aib yang terletak di timur jazirah Sinai dan teluk Aqabah di selatan Palestin.
karena lelah ia beristirahat di bawah pepohonan. Tak jauh dari tempat itu ia melihat dua orang gadis sedang berebut dengan sekelompok pria kasar yang menang sendiri. Musa segera menolongnya, sekelompok itu segera melawan namun tidak bisa mengalahkan Musa.
karena lelah ia beristirahat di bawah pepohonan. Tak jauh dari tempat itu ia melihat dua orang gadis sedang berebut dengan sekelompok pria kasar yang menang sendiri. Musa segera menolongnya, sekelompok itu segera melawan namun tidak bisa mengalahkan Musa.
Sesampainya dirumah kedua gadis itu melaporkan kejadian itu pada ayahnya. Maka Nabi Syu’aib pun memerintahkan putrinya untuk mengundang Musa kerumah mereka. Sesampai dirumah Nabi Syu’aib, Musa menceritakan kisah hidupnya. Dan Musa pun diperbolehkan tinggal dirumah Nabi Syu’aib. Sifatnya yang sopan, jujur, berbudi pekerti baik membuat keluarga Nabi Syu’aib menerima Musa dengan baik. Dengan usul anaknya, Nabi Syu’aib pun bermaksud menikahkan Musa dengan salah satu putrinya dengan mas kawin bahwa Musa harus menggembalakan ternaknya selama 8 tahun dan musa pun menyetujuinya.
Setelah 8 tahun berlalu, dinikahkanlah mereka. Syu’aib memberi mereka hadiah beberapa ekor kambing untuk dijadikan modal pertama bagi hidupnya yang baru sebagai suami-isteri. Pemberian beberapa ekor kambing itu juga merupakan tanda terimaksih Syu'aib kepada Musa yang selama ini dibawah pengurusannya, penternakan Syu'aib menjadi berkembang biak dengan cepatnya dan memberi hasil serta keuntungan yang berlipat ganda.
Sepuluh tahun lebih Musa meninggalkan Mesir tanah airnya, ia bermaksud untuk pergi ke Mesir. Ia tahu bahwa tidak mustahil bila orang – orang Mesir masih akan mencarinya maka ia pun memlilih jalan memutar, tidak melalui jalan biasa, ia ditemani oleh istrinya.
Pada suatu malam mereka tersesat, tak tau arah mana yang harus ditempuh agar sampai di Mesir. Pada saat itu ia melihat api yang terang benderang diatas bukit. Berkatalah ia kepada istrinya: "Tinggallah kamu disini menantiku. Aku pergi melihat api yang menyala di atas bukit itu dan segera aku kembali. Mudah-mudahan aku dapat membawa satu berita kepadamu dari tempat api itu atau setidak-tidaknya membawa sesuluh api bagi menghangatkan badanmu yang sedang menggigil kesejukan." Dan ia pun menghampiri api itu.
Sesampai ditempat itu, tiba – tiba terdengar seruan: "Wahai Musa! Aku ini adalah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu. Sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci Thuwa. Dan aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya aku ini adalah Allah tiada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah solat untuk mengingat akan Aku."
Itulah wahyu pertama yang diterima langsung oleh Nabi Musa sebagai tanda kenabiannya. Ia telah diangkat sebagai rasul dan nabi-Nya di atas bukit Thur Sina. Disitu juga Musa diberi mukjizat oleh Allah sebagai bekal menghadapi Fir’aun. Nabi Musa diperintahkan untuk meletakan tongkatnya ketanah. Dengan seketika tongkat pemberian Nabi Syu’aib itu berubah menjadi ular besar. Musa pun berlari ketakutan.
Allah berfirman:”Peganglah ular itu dan jangan takut. Kami akan mengembalikannya kebentuk semula." Maka begitu dipegang tongkat itu kembali kebentuk semula. Sebagai mukjizat yang kedua, Allah memerintahkan kepada Musa agar mengepitkan tangannya ke ketiaknya maka tangannya menjadi putih cemerlang.
Allah kemudian memerintahkan Musa berangkat ke Mesir untuk berdakwah kepada Fir’aun. Musa memohon kepada Allah agar dipertemukan dengan saudaranya Harun. Dan mereka akan bersama – sama menghadapi Fir’aun, sebab Harun lebih fasih berbicara dan berdebat. Allah berkenan mengabulkan permohonan Musa. Setelah menempuh beberapa rintangan yang lazim dilampaui oleh orang yang ingin bertemu dengan raja pada waktu itu mereka bisa berhadapan langsung dengan Fir’aun.
Bertanya Fir'aun: "Siapakah kamu berdua ini?"
Musa menjawab: "Kami, Musa dan Harun adalah pesuruh Allah kepadamu agar engkau membebaskan Bani Isra'il dari perhambaan dan penindasanmu dan menyerahkan meeka kepada kami agar menyebah kepada Allah dengan leluasa dan menghindari siksaanmu."
Fir'aun yang segera mengenal Musa berkata kepadanya: "Bukankah engkau adalah Musa yang telah kami mengasuhmu sejak masa bayimu dan tinggal bersama kami dalam istana sampai mencapai usia remajamu, mendapat pendidikan dan pengajaran yang menjadikan engkau pandai? Dan bukankah engkau yang melakukan pembunuhan terhadap diri seorang dari golongan kami? Sudahkah engkau lupa itu semuanya dan tidak ingat akan kebaikan dan jasa kami kepada kamu?"
Musa menjawab: "Bahwasanya engkau telah memeliharakan aku sejak masa bayiku, itu bukanlah suatu jasa yang dapat engkau banggakan. Karena jatuhnya aku ke dalam tangan mu adalah akibat kekejaman dan kezalimanmu tatkala engkau memerintah agar orang – orangmu menyembelih setiap bayi-bayi laki yang lahir, sehingga ibu terpaksa membiarkan aku terapung di permukaan sungai Nil, didalam sebuah peti yang kemudian dipungut oleh isterimu dan selamatlah aku dari penyembelihan yang engkau perintahkan. Sedang mengenai pembunuhan yang telah aku lakukan itu adalah akibat godaan syaitan yang menyesatkan, namun peristiwa itu akhirnya merupakan suatu rahmat dan barakah yang terselubung bagiku. Sebab dalam perantauanku setelah aku melarikan diri dari negerimu, Allah mengurniakan aku dengan hikmah dan ilmu serta mengutuskan aku sebagai Rasul dan pesuruh-Nya. Maka dalam rangka tugasku sebagai Rasul datanglah aku kepadamu atas perintah Allah untuk mengajak engkau dan kaummu menyembah Allah dan meninggalkan kezaliman dan penindasanmu terhadap Bani Isra'il."
Fir'aun bertanya: "Siapakah Tuhan yang engkau sebut - sebut itu, hai Musa? Adakah Tuhan di atas bumi ini selain aku yang patut di sembah dan dipuja?"
Musa menjawab: "Ya, yaitu Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu serta Tuhan seru sekalian alam."
Demikianlah terjadi perdebatan antara Musa dan Firaun. Fir’aun yang sudah tidak berdaya menolak dalil – dalil Nabi Musa yang diwakili oleh Harun berkata: "Hai Musa! jika engkau mengakui Tuhan selain aku, maka pasti engkau akan kumasukkan ke dalam penjara."
Musa menjawab: "Apakah engkau akan memenjarakan aku walaupun aku dapat memberikan kepadamu tanda – tanda yang membuktikan kebenaran dakwahku?"
Fir'aun menentang dengan berkata: "Datanglah tanda-tanda dan bukti-bukti yang nyata yang dapat membuktikan kebenaran kata-katamu jika engkau benar-benar tidak berdusta."
Kemudian Musa melemparkan tongkatnya dan mendadak menjadi seekor ular besar yang merayap ke arah Fir'aun. Fir’aun berlari ketakutan dan berkata: " Hai Musa demi asuhanku kepadamu selama delapan belas tahun panggillah kembali ularmu itu." Kemudian dipeganglah ular itu oleh Musa dan kembali menjadi tongkat biasa.
Berkata Fir'aun kepada Musa setelah hilang dari rasa heran dan takutnya: "Adakah bukti yang dapat engkau tunjukkan kepadaku?"
"Ya, lihatlah." Musa menjawab serta memasukkan tangannya ke dalam saku bajunya. Kemudian tatkala tangannya dikeluarkan dari sakunya, bersinarlah tangan Musa itu menyilaukan mata Fir'aun itu dan orang-orang yang sedang berada disekelilingnya.
Fir'aun belum percaya, ia menganggap bahwa semua itu adalah sihir. Maka ia mengumpulkan ahli sihir diseluruh kerajaan Mesir untuk bertanding dengan Musa. Para ahli sihir Fir'aun menujukan aksinya melemparkan tongkat dan tali – temali mereka ke tengah – tengah lapangan. Musa merasa takut ketika terbayang kepadanya bahwa tongkat – tongkat dan tali – tali itu seakan – akan ular - ular yang merayap cepat. Namun Allah tidak mebiarkan hamba utusan-Nya berkecil hati menghadapi tipu-daya orang-orang kafir itu. Allah berfirman kepada Musa disaat ia merasa cemas itu: "Janganlah engkau merasa takut dan cemas hai Musa! engkau adalah yang lebih unggul dan akan menang dalam pertandingan ini. Lemparkanlah yang ada ditanganmu segera."
Nabi Musa yang telah mengalahkan ahli – ahli sihir dengan kedua mukjizatnya makin meluas pengaruhnya, sedangkan Fir'aun dengan kekalahan ahli sihirnya merasa kehormatannya menurun. Fir’aun semakin membenci Musa, ia pun menghalalkan berbagai cara untuk merebut pengikutnya kembali, sampai – sampai ia tega menyiksa pengikut Musa agar mengikuti kemauannya. Namun pengikut Musa tetap bersikukuh dengan ajaran Musa, Allah telah membukakan hati mereka. Semakin panaslah hati Fir’aun, hingga ia mengumpulkan pengikutnya dan berencana akan membunuh Musa. Kemudian Musa memohon kepada Allah: "Ya Tuhan kami, engkau telah memberi kepada Fir'aun dan kaum kerabatnya kemewahan hidup, harta kekayaan yang meluap-luap dan kenikmatan duniawi, yang kesemua itu mengakibatkan mereka menyesatkan manusia, hamba-hamba-Mu, dari jalan yang Engkau redhai dan tuntunan yang Engkau berikan. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta-benda mereka dan kunci matilah hati mereka. Mrk tidak akan beriman dan kembali kepada jalan yang benar sebelum melihat seksaan-Mu yang pedih."
Berkat doa Nabi Musa maka kerajaan Fir'aun dilanda krisis keuangan dan makanan sungai Nil mengering, serangan hama menghabiskan padi dan gandum. Belum lagi krisis keuangan dan makanan teratasi datang menyusul banjir yang besar disebabkan oleh hujan yang turun dengan derasnya, sehingga menghanyutkan rumah dan binatang ternak mereka datanglah berbagai macam penyakit dan datanglah barisan kutu-kutu busuk dan katak-katak yang menyerbu ke dalam rumah-rumah sehingga mengganggu ketenteraman hidup mereka, menghilangkan kenikmatan makan, minum dan tidur mereka.
Pada waktu azab menimpa dan bencana – bencana itu sedang melanda datanglah mereka kepada Nabi Musa minta pertolongannya dan berjanji akan menyembah Allah.. Akan tetapi setelah bencana itu dicabut mereka mengingkari janji dan kembali menentang Nabi Musa.
Bani Isra'il yang cukup menderita akibat tindasan Fir'aun dan kaumnya cukup merasakan penganiayaan dan hidup dalam ketakutan dan pada akhirnya mereka sadar bahwa Musalah yang dikirimkan oleh Allah untuk membebaskan mereka. Maka datanglah mereka kepada Nabi Musa dan memohon pertolongannya agar mengeluarkan mereka dari Mesir.
Kemudian bertolaklah rombongan kaum Bani Isra'il di bawah pimpinan Nabi Musa meninggalkan Mesir menuju Baitul Maqdis. Dengan berjalan kaki dengan cepat karena takut tertangkap oleh Fir'aun dan bala tenteranya yang mengejar mereka dari belakang akhirnya tibalah mereka pada waktu fajar di tepi lautan merah setelah selama semalam suntuk dapat melewati padang pasir yang luas.
Rasa takut makin mencekam hati para pengikut Nabi Musa dan Bani Isra'il ketika melihat laut terbentang di depan mereka sedang dari belakang mereka dikejar oleh Fir'aun dan bala tenteranya yang akan berusaha mengembalikan mereka ke Mesir. Mereka tidak meragukan lagi bahwa bila mrk tertangkap, maka hukuman matilah yang akan mereka terima dari Fir'aun yang zalim itu.
Pada saat yang kritis itu, di mana para pengikut Nabi Musa berdebar-debar ketakutan, seraya menanti tindakan Nabi Musa yang kelihatan tenang sahaja, turunlah wahyu Allah kepada Nabi-Nya dengan perintah agar memukulkan air laut dengan tongkatnya. Maka dengan izin Allah terbelah laut itu, tiap-tiap belahan merupakan seperti gunung yang besar. Di antara kedua belahan air laut itu terbentang dasar laut yang sudah mengering yang segera di bawah pimpinan Nabi Musa dilewatilah oleh kaum Bani Isra'il menuju ke tepi timurnya.
Setelah mereka sudah berada di bagian tepi timur dalam keadaan selamat terlihatlah oleh mereka Fir'aun dan bala tenteranya menyusuri jalan yang sudah terbuka di antara dua belah gunung air itu. Kembali rasa cemas dan takut mengganggu hati mereka seraya memandang kepada Nabi Musa seolah-olah bertanya apa yang hendak dia lakukan selanjutnya. Dalam pada itu Nabi Musa telah diilhamkan oleh Allah agar bertenang menanti Fir'aun dan bala tenteranya turun semua ke dasar laut. Karena takdir Allah tela mendahului bahwa mereka akan menjadi bala tentera yang tenggelam.
Setelah Fir'aun dan bala tenteranya berada di tengah lautan yang membelah itu, tibalah perintah Allah dan kembalilah air yang menggunung itu menutupi jalur jalan yang terbuka di mana Fir'aun dengan sombongnya sedang memimpin barisan tenteranya mengejar Musa dan Bani Isra'il. Terpendamlah mereka hidup-hidup di dalam perut laut dan berakhirlah riwayat hidup Fir'aun dan kaumnya untuk menjadi kenangan sejarah dan ibrah bagi generasi- akan datang.
Pada detik-detik akhir hayatnya, seraya berjuang untuk menyelamatkan diri dari maut yang sudah berada di depan matanya, berkatalah Fir'aun: "Aku percaya bahwa tiada tuhan selain Tuhan Musa dan Tuhan Bani Isra'il. Aku beriman pada Tuhan mereka dan berserah diri kepada-Nya sebagai salah seorang muslim."
Berfirmanlah Allah kepada Fir'aun yang sedang menghadapi sakaratul – maut: "Baru sekarangkah engkau berkata beriman kepada Musa dan berserah diri kepada-Ku? Tidakkah kekuasaan ketuhananmu dpt menyelamatkan engkau dari maut? Baru sekarangkah engkau sedar dan percaya setelah sepanjang hidupmu bermaksiat, melakukan penindasan dan kezaliman terhadap hamba-hamba-Ku dan berbuat-sewenang-wenang, merusak akhlak dan aqidah manusia-manusia yang berada di bawah kekuasaanmu. Terimalah sekarang pembalasan-Ku yang akan menjadi pengajaran bagi orang-orang yang akan datang sesudahmu. Akan Aku apungkan tubuh kasarmu untuk menjadi peringatan bagi orang-orang yang meragukan akan kekuasaan-Ku."
Para pengikut Nabi Musa masih meragukan kematian Fir'aun. Mereka masih terpengaruh dengan kenyataan yang ditanamkan oleh Fir'aun semasa ia berkuasa sebagai raja bahwa dia adalah manusia luar biasa lain dari yang lain dan bahwa dia akan hidup kekal sebagai tuhan dan tidak akan mati. Hal itu membuat mereka berfikir bahwa Fir'aun mungkin masih hidup namun di alam lain. Nabi Musa berusaha menyakinkan kaumnya bahwa semua itu adalah khayalan belaka Menurut catatan sejarah, bahwa mayat Fir'aun yang terdampar di pantai diketemukan oleh orang-orang Mesir, lalu diawet hingga utuh sampai sekarang, sebagai mana dapat dilihat di museum Mesir.
Dalam perjalanan menuju Thur Sina setelah melintasi lautan di bahagian utara dari Laut Merah bani Isra'il melihat sekelompok orang sedang menyembah berhala. Berkatalah mereka kepada Nabi Musa: "Wahai Musa, buatlah untuk kamu sebuah tuhan berhala sebagaimana mereka mempunyai berhala-berhala yang disembah sebagai tuhan." Musa menjawab: "Sesungguhnya kamu ini adalah orang-orang yang bodoh dan tidak berfikiran sehat. Persembahan mereka itu kepada berhala adalah perbuatan yang sesat dan bathil serta pasti akan dihancurkan oleh Allah. Patutkah aku mencari tuhan untuk kamu selain Allah yang telah memberikan kurnia kepada kamu, dengan menyelamatkan kamu dari Fir'aun, melepaskan kamu dari perhambaannya dan penindasannya serta memberikan kamu kelebihan di atas umat-umat yang lain.Sesungguhnya suatu permintaan yang aneh drp kamu, bahwa kamu akan mencari tuhan selain Allah yang demikian besar nikmatnya atas kamu, Allah pencipta langit dan bumi serta alam semesta. Allah yang baru saja kamu saksikan kekuasaan-Nya dengan ditenggelamkannya Fir'aun berserta bala tenteranya untuk keselamatan dan kelangsungan hidupmu."
Perjalanan Nabi Musa dan Bani Isra'il dilanjutkan ke Gurun Sinai di mana panas matahari sangat menyengat. Atas permohonan Nabi Musa yang didesak oleh kaumnya yang sedang kepanasan diturunkan oleh Allah di atas mereka awan yang tebal untuk berteduh. Di samping itu tatkala bekalan makanan dan minuman mereka sudah berkurang. Allah menurunkan hidangan makanan "manna" (sejenis makanan yang manis sebagai madu) dan "salwa" (burung sebangsa puyuh) dengan diiringi firman-Nya: "Makanlah Kami dari makanan-makanan yang baik yang Kami telah turunkan bagimu."
Demikian pula ketika mereka kehabisan air Allah mewahyukan kepada Musa agar memukul batu dengan tongkatnya. Lalu memancarlah dari batu yang dipukul itu dua belas mata air, untuk dua belas suku bangsa Isra'il yang mengikuti Nabi Musa. Mereka yang sangat manja itu masih menuntut lagi agar Allah menurunkan tumbuhan seperti sayur – sayuran karena mereka tidak puas dengan satu macam makanan.
Ketika Nabi Musa berada di Mesir, ia telah berjanji kepada kaumnya akan memberikan sebuah kitab suci yang dapat digunakan sebagai pedoman hidup untuk beribadah kepada Allah. Nabi Musa pun memohon kepada Allah lalu Allah memerintahkan kepadanya untuk berpuasa selama tiga puluh hari penuh, yaitu semasa bulan Zulkaedah. Kemudian pergi ke Bukit Thur Sina untuk menerima kitab itu.
Setelah berpuasa selama tiga puluh hari penuh dan tiba saatnya ia harus menghadap kepada Allah, ia merasa segan karena mulutnya berbau kurang sedap akibat puasanya. Maka ia menggosokkan giginya dan mengunyah daun – daunan untuk menghilangkan bau itu. Datanglah malaikat dan berkata: "Hai Musa, mengapakah engkau harus menggosokkan gigimu untuk menghilangkan bau mulutmu yang menurut anggapanmu kurang sedap, padahal bau mulutmu dan mulut orang-orang yang berpuasa bagi kami adalah lebih sedap dan lebih wangi dari baunya kasturi. Maka akibat tindakanmu itu, Allah memerintahkan kepadamu berpuasa lagi selama sepuluh hari sehingga menjadi lengkaplah masa puasamu sepanjang empat puluh hari."
Setelah selesai berpuasa, Berkatalah Musa dalam munajatnya dengan Allah: "Wahai Tuhamku, nampakkanlah zat-Mu kepadaku, agar aku dapat melihat-Mu"
Allah berfirman: "Engkau tidak akan sanggup melihat-Ku, tetapi cobalah lihat bukit itu, jika ia tetap berdiri tegak di tempatnya sebagaimana sedia kala, maka niscaya engkau akan dapat melihat-Ku." Lalu menolehlah Nabi Musa mengarahkan pandangannya kejurusan bukit yang dimaksudkan itu yang seketika itu juga dilihatnya hancur luluh masuk ke dalam perut bumi tanpa menghilangkan bekas. Maka terperanjatlah Nabi Musa, gementarlah seluruh tubuhnya dan jatuh pingsan.
Setelah ia sadar kembali dari pingsannya, bertasbih ia seraya memohon ampun kepada Allah atas kelancangannya dan berkata: "Maha Besarlah Engkau wahai Tuhanku, ampunilah aku dan terimalah taubatku dan aku akan menjadi orang yang pertama beriman kepada-Mu."
Dalam kesempatan bermunajat itu, Allah menerimakan kepada Nabi Musa kitab suci "Taurat" berupa kepingan-kepingan batu-batu atau kepingan kayu menurut sementara ahli tafsir yang di dalamnya tertulis segala sesuatu secara terperinci dan jelas mengenai pedoman hidup dan penuntun kepada jalan yang diridhai oleh Allah.
Nabi Musa berjanji kepada Bani Isra'il yang ditinggalkan di bawah pimpinan Nabi Harun bahwa ia tidak akan meninggalkan mereka lebih lama dari tiga puluh hari. Akan tetapi berhubung dengan adanya perintah Allah kepada Musa untuk melengkapi jumlah hari puasanya menjadi empat puluh hari, maka janjinya itu tidak dapat ditepati.
Bani Isra'il merasa kecewa akan keterlambatan Musa. Mereka menggerutu dan merasa seakan – akan telah kehilangan pimpinan yang biasanya memberi bimbingan kepada mereka. Keadaan yang seperti ini digunakan oleh seorang munafiq bernama Samiri yang telah berhasil menyusup ke tengah –tengah mereka. Samiri menghasut mereka dengan kata-kata bahwa Musa telah tersesat dalam tugasnya mencari Tuhan bagi mereka dan bahawa dia tidak dapat diharapkan kembali dan karena itu dianjurkan oleh Samiri agar mereka mencari tuhan lain sebagai ganti dari Tuhan Musa.
Samiri membuat patung untuk disembah sebagai tuhan pengganti Tuhannya Nabi Musa. Patung itu berbentuk anak lembu yang dibuatnya dari emas yang dikumpulkan dari perhiasan –perhiasan para wanita. Samiri pun membuat suara lembu itu seakan lembu itu hidup. Dan mereka menerimanya. Nabi Harun yang berkata: "Alangkah bodohnya kamu ini! Tidakkah kamu melihat anak lembu yang kamu sembah ini tidak dapat bercakap-cakap dengan kamu dan tidak pula dapat menuntun kamu ke jalan yang benar. Kamu telah menganiaya diri kamu sendiri dengan menyembah pada sesuatu selain Allah.
Teguran Nabi Harun itu dijawab oleh mereka yang telah termakan hasutan Samiri itu dengan kata-kata: "Kami akan tetap berpegang pada anak lembu ini sebagai tuhan persembahan kami sampai Musa kembali ke tengah-tengah kami." Nabi Harun tidak dapat berbuat banyak karena ia kawatir kalau mereka terjadi perpecahan sehingga dapat menyulitkan baginya dan bagi Nabi Musa untuk menuntun mereka ke jalan yang benar.
Nabi Musa sangat marah dan sedih hati tatkala ia melihat kaumnya menyembah patung itu. Dan karena sangat marah dan sedihnya ia tidak dapat menguasai dirinya, kepingan – kepingan Taurat dilemparkan berantakan. Harun saudaranya dipegang rambut kepalanya ditarik kepadanya seraya berkata menegur: "Apa yang engkau buat tatkala engkau melihat mereka tersesat dan terkena oleh hasutan dan fitnahan Samiri? Tidakkah engkau mematuhi perintahku dan pesanku ketika aku menyerahkan mereka kepadamu untuk engkau pimpin? Tidakkah engkau berdaya melawan hasutan Samiri dengan memberi petunjuk dan penerangan kepada mereka dan mengapa engkau tidak cepat memadamkan api kemurtadan ini sebelum menjadi besar begini?"
Harun berkata: "Hai anak ibuku, janganlah engkau memegang jangut dan rambut kepalaku, menarik-narikku. Aku telah berusaha memberi nasihat dan teguran kepada mereka, namun mereka tidak mengindahkan kata-kataku. Mereka menganggapkan aku lemah dan mengancam akan membunuhku. Aku khawatir jika aku menggunakan sikap dan tindakan yang keras, akan terjadi perpecahan dan permusuhan di antara sesama kita, hal mana akan menjadikan engkau lebih marah dan sedih. Lepaskanlah aku dan janganlah membuatkan musuh-musuhku bergembira melihat perlakuanmu terhadap diriku. Janganlah disamakan aku dengan orang-orang yang zalim."
Samiri pun diusir dan tidak boleh bergaul dengan masyarakat, Samiri mendapat kutukan yaitu jika ia disentuh atau menyentuh manusia maka badannya akan demam dan panas tinggi dan nanti di akhirat akan dimasukan ke neraka
Akhirnya kaum Musa itu sadar memohon ampun dan rahmat Allah. Setelah suasana menjadi tenang, kepingan-kepingan Taurat yang bertaburan disusun sebagaimana asalnya, maka Allah memerintahkan kepada Musa agar membawa sekelompok dari kaumnya menghadap untuk meminta ampun atas dosa mereka menyembah patung anak lembu.
Tujuh puluh orang dipilih oleh Nabi Musa untuk diajak pergi bersama ke Thur Sina memenuhi perintah Allah meminta ampun atas dosa kaumnya. Setiba mereka di Thur Sina turunlah awan yang tebal meliputi seluruh bukit, kemudian masuklah Nabi Musa diikuti para pengikutnya ke dalam awan gelap itu dan segera mereka bersujud. Mereka mendengar percakapan Nabi Musa dengan Tuhannya, ada saat itu timbullah keinginan untuk melihat Allah : "Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang." Dan sebagai jawaban atas kelancangan mereka Allah mengirimkan halilintar yang menyambar dan merenggut nyawa mereka sekaligus.
Nabi Musa merasa sedih melihat nasib orang – orang terbaiknya, dan ia pun memohon kepada Allah agar mereka diampuni dan dihidupkan kembali. Allah mengabulkan doanya. Kemudian Musa menyuruh mereka bersumpah untuk berpegangan teguh kepada kitab Taurat, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Suatu hari ada seorang anak laki – laki, ia putra tunggal dari orang tuanya yang kaya raya yang mendapat warisan dari ayahnya yang sudah meningal. Saudara – saudara sepupunya iri hati dan ingin menguasai harta itu. Dan mereka berencana akan membunuhnya. Pembunuhan itu terlaksana dengan rapi, sehingga tidak ada orang yang tau. Untuk mencari tahu siapa pembunuhnya, Musa memerintahkan kaumnya untuk mencari sapi betina. Dengan lidah sapi itu maka nanti mayatnya akan dipukul dan akan hidup lagi sesuai kehendak Allah.
Namun bani Israil memang orang yang cerewet dan selalu banyak tanya. Mereka bertanya sapi betina yang kurus atau gemuk, warnaya apa dan sebagainya sehingga secara tidak sadar mereka malah mempersulit diri mereka sendiri. Musa menjawab: "Menurut petunjuk Allah, yang harus disembelih itu ialah sapi betina berwarna kuning tua, belum pernah dipakai untuk membajak tanah atau mengairi tanaman tidak cacat dan tidak pula ada belangnya."
Dan dengan susah payah akhirnya ditemukanlah pada seorang anak yatim piatu, sapi itu satu – satunya harta peninggalan ayahnya yang menjadi satu – satunya sumber nafkahnya. Ayahnya seorang fakir miskin yang soleh, ahli ibadah yang tekun dan pada saat akan menemui ajalnya sang ayah berdoa memohon perlindungan bagi putera tunggalnya yang tidak dapat meninggalkan warisan apa-apa baginya selain seekor sapi itu. Maka berkat doa ayah yang soleh itu sapi itu dibeli oleh mereka dengan harga yang sangat tinggi.
Setelah disembelih, diambillah lidahnya oleh Nabi Musa, lalu dipukulkannya pada tubuh mayat itu, yang seketika bangunlah ia hidup kembali dengan izin Allah, menceritakan kepada Nabi Musa dan para pengikutnya bagaimana ia telah dibunuh oleh saudara-saudara sepupunya sendiri.
Demikianlah mukjizat Allah yang kesekian kalinya diperlihatkan kepada Bani Isra'il yang keras kepala dan manja itu.
Demikianlah mukjizat Allah yang kesekian kalinya diperlihatkan kepada Bani Isra'il yang keras kepala dan manja itu.
Pada suatu ketika Nabi Musa berpidato, memberi nasihat dengan mengingatkan kepada mereka akan kurnia dan nikmat Allah yang telah dicurahkan kepada mereka yang sepatutnya diimbangi dengan syukur dan pelaksanaan ibadah yang tulus, melakukan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya. Kepada mereka yang beriman, bertaat dan bertakwa, Nabi Musa menjanjikan pahala syurga dan bagi mereka yang mengingkari nikmat Allah diancam dengan seksa api neraka.
Mereka bertanya :”adakah orang yang lebih pandai selain kamu?"
"Tidak ada" jawab Musa seraya berkata dalam hati kecilnya: " Bukankah aku Nabi terbesar di antara Bani Isra'il? Aku adalah penakluk Fir'aun, pemegang berbagai mukjizat, yang telah dapat membelah laut dengan tongkatku dan akulah yang memperoleh kesempatan bercakap-cakap langsung dengan Tuhan. Maka kemuliaan apa lagi yang dapat melebihi kemuliaan serta kebesaran yang aku capai itu, yang belum pernah dialami dan dicapai oleh sesiapa pun sebelum aku."
Rasa sombong yang tercermin dalam kata – kata Musa dicela oleh Allah bahwa ilmu itu lebih luas untuk dimiliki oleh seseorang walaupun ia adalah seorang rasul dan ada orang yang lebih pandai dari padanya. Allah berfirman: "Bawalah seekor ikan didalam sebuah keranjang dalam perjalananmu mencari dia dan ketahuilah bahwa di tempat di mana engkau akan kehilangan ikan di dalam keranjang itu, di situ engkau akan menemui hamba-Ku yang soleh itu." Musa pergi dengan ditemani "Yusya' bin Nun". Ketika mereka sampai dimana dua lautan bertemu yang telah diisyaratkan dalam firman Allah kepadanya, tertidurlah Musa di atas sebuah batu yang besar yang berada di tepi lautan. Ketika ia tidur, turunlah hujan membasahi seekor di dalam keranjang itu dan tanpa ia ketahui melompatlah ikan itu kelaut.
Setelah Musa terjaga dari tidurnya, mereka melanjutkan perjalannya. Dan dalam perjalanan yang sudah agak jauh, mereka berhenti untuk beristirahat, makan dan minum. Ketika Yusya bin Nun membuka keranjang untuk mengambil makanan teringatlah olehnya akan ikan yang melompat kelaut, kemudian ia memberitahukan kepada Musa sembari meminta maaf akan kelalaiannya.
Wajah Nabi Musa berseri-seri menjadi kegirangan mendengar berita itu karena telah dapat mengetahui di mana ia akan dapat bertemu dengan hamba Allah yang dicari itu. Setiba mereka kembali di tempat di mana mereka kehilangan ikan, mereka melihat seorang bertubuh kurus langsing yang pada wajahnya tampak cahaya dan iman serta tanda-tanda orang soleh. Ia sedang menutupi tubuhnya dan pakaiannya sendiri, yang segera disingkapnya ketika mendengar kata-kata salam Nabi Musa kepadanya.
"Siapakah engkau?" bertanya orang soleh itu.
Musa menjawab: "Aku adalah Musa."
Bertanya kembali orang soleh itu: "Musa, nabi Bani Isra'ilkah?"
"Betul", jawab Musa, seraya bertanya: "Dari manakah engkau mengetahui bahawa aku adalah Nabi Bani Isra'il?"
"Dari yang mengutusmu kepadaku", jawab orang soleh itu. "Inilah hamba Allah yang aku cari", berkata Musa dalam hatinya, seraya mendekatinya dan berkata kepadanya: "Dapatkah engkau memperkenankan aku mengikutimu dan berjalan bersamamu ke mana saja engkau pergi sebagai bayanganmu dan sebagai muridmu? Aku akan mematuhi segala petunjuk dan perintahmu."
Hamba soleh atau menurut banyak pendapat ahli-ahli tafsir Nabi Al-Khidhir itu menjawab: "Engkau tidak akan sabar dan tidak dapat menahan diri bila engkau mengikutiku dan berjalan bersamaku. Engkau akan mengalami dan melihat hal-hal yang ajaib yang sepintas lalu nampak seakan-akan perbuatan yang salah dan mungkar namun pada hakikatnya adalah perbuatan benar dan wajar dan engkau sebagai manusia tidak akan berdiam diri melihatku melakukan perbuatan dan tingkah laku yang ganjil menurut pandanganmu."
Musa menjawab dengan sikap seorang murid yang ingin belajar dan menambah pengetahuan : "Insya-Allah engkau akan mendapati aku seorang yang sabar yang tidak akan melanggar sesuatu perintah atau petunjuk daripadamu."
Berkata Al-Khidhir kepada Musa: "Jika engkau benar-benar ingin mengikutiku dan berjalan bersamaku maka engkau harus berjanji tidak akan mendahului bertanya tentang sesuatu sebelum aku memberitahukan kepadamu. Engkau harus berjanji bahwa engkau tidak akan menentang segala perbuatan dan tindakan yang aku lakukan dihadapanmu walaupun menurut pandanganmu itu salah dan mungkar. Aku dengan sendirinya memberi alasan dan tafsiran bagi segala tindakan dan perbuatanmu kepadamu kelak pada akhir perjalanan kami berdua."
Dengan diterimanya pesyaratan Nabi Al-Khidhir oleh Musa yang berjanji akan mematuhinya bulat-bulat, maka diajaklah Nabi Musa mengikutinya dalam perjalanan. Pelanggaran pertama terhadap persyaratan Al-Khidhir terjadi tatkala mereka sampai di tepi pantai, di mana terdapat sebuah perahu sedang berlabuh. Nabi Al-Khidhir meminta pertolongan pemilik perahu itu, agar menghantar mereka di suatu tempat yang di tuju. Dengan senang hati diangkutlah mereka berdua secara percuma tanpa bayaran bahkan dihormati dan diberi layanan yang baik kerana dilihatnya oleh pemilik perahu bahwa kedua orang itu memiliki sifat-sifat dan ciri-ciri yang tidak terdapat pada orang biasa.
Tatkala mereka berada dalam perut perahu yang sedang meluncur dengan lajunya di antara gelombang-gelombang tiba-tiba Musa melihat Al-Khidhir melubangi perahu itu dengan mengambil dua keping kayunya. Perbuatan mana yang dianggap oleh Musa suatu gangguan dan pengrusakan bagi milik seseorang yang telah berbuat baik terhadap mereka.
Musa lupa akan janjinya sendiri dan ditegulah Al-Khidhir dengan berkata: "Engkau telah melakukan perbuatan mungkar dengan merusak dan melubangi perahu ini. Apakah dengan perbuatan kamu ini engkau hendak menenggelamkan perahu ini dengan semua penumpangnya? Tidakkah engkau merasa kasihan kepada pemilik perahu ini yang telah berjasa kepada kami dan menghantarkan kami ke tempat yang kami tuju tanpa membayar sesen pun?"
Musa lupa akan janjinya sendiri dan ditegulah Al-Khidhir dengan berkata: "Engkau telah melakukan perbuatan mungkar dengan merusak dan melubangi perahu ini. Apakah dengan perbuatan kamu ini engkau hendak menenggelamkan perahu ini dengan semua penumpangnya? Tidakkah engkau merasa kasihan kepada pemilik perahu ini yang telah berjasa kepada kami dan menghantarkan kami ke tempat yang kami tuju tanpa membayar sesen pun?"
Berkata Al-Khidhir menjawab teguran Musa: "Bukankah aku telah katakan kepadamu bahawa engkau tidak akan sabar menahan diri melihat tindak-tandukku di dalam perjalanan menyertaiku.
Musa berkata: "Maafkanlah daku. Aku telah lupa akan janjiku sendiri. Janganlah aku dipersalahkan dan dimarahi akan kelupaanku."
Permintaan maaf Musa diterimalah oleh Al-Khidhir dan tibalah meeka berdua di tempat yang dituju di sebuah pantai. Kemudian perjalanan dilanjutkan di darat dan bertemulah mereka dengan seorang anak laki-laki yang sedang bermain-main dengan kawan-kawannya. Tiba-tiba dipanggillah anak itu oleh Al-Khidhir, dibawanya ke tempat yang agak jauh, dibaringkannya dan dibunuhnya seketika itu. Alangkah terperanjatnya Musa melihat tindakan Al-Khidhir yang dengan sewenang-wenangnya telah membunuh seorang anak yang tidak berdosa, seorang yang mungkin sekali dalam fikiran Musa adalah harapan satu-satunya bagi kedua orang tuanya.
Musa sebagai Nabi yang diutus oleh Allah untuk memerangi kemungkaran dan kejahatan tidak dapat berdiam diri melihat Al-Khidhir melakukan pembunuhan yang tiada beralasan itu, maka ditegurlah ia seraya berkata: "Mengapa engkau telah membunuh seorang anak yang tidak berdosa? Sesungguhnya engkau telah melakukan perbuatan yang mungkar dan keji."
Al-Khidhir menjawab dengan sikap dinginnya: "Bukankah aku telah berkata kepadamu, bahwa engkau tidak akan sabar menahan diri berjalan dengan aku?"
Al-Khidhir menjawab dengan sikap dinginnya: "Bukankah aku telah berkata kepadamu, bahwa engkau tidak akan sabar menahan diri berjalan dengan aku?"
Dengan rasa malu mendengar teguran Al-Khidhir itu, berucaplah Musa: "Maafkanlah aku untuk kedua kalinya dan perkenankanlah untuk aku meneruskan perjalanan bersamamu dengan pergertian bahwa bila terjadi lagi perlanggaran dari pihakku untuk kali ketiganya, maka janganlah aku diperbolehkan menyertaimu seterusnya.Sesungguhnya telah cukup engkau memberi uzur dan memberi maaf kepadaku."
Dengan janji terakhir yang diterima oleh Al-Khidhir dari Musa diteruskanlah perjalanan mereka berdua sampai tiba di suatu desa di mana mereka ingin beristirehat untuk menghilangkan lelah dan penat mereka akibat perjalanan jauh yang telah ditempuh. Mereka berusaha untuk mendapat tempat penginapan sementara dan sedikit bahan makanan untuk sekadar mengisi perut kosong mereka, namun tidak seorang pun dari penduduk desa yang memang terkenal bachil {pelit} itu yang mahu menolong mereka memberi tempat beristirehat atau sesuap makanan sehingga dengan rasa kecewa mereka segera meninggalkan desa itu.
Dalam perjalanan Musa dan Al-Khidhir hendak keluar dari desa itu mereka melihat dinding salah satu rumah desa itu nyaris roboh. Segera AL-Khidhir menghampiri dinding itu dan ditegakkannya kembali. Dan secara spontan, tanpa disedar, berkata Musa kepada Al-Khidhir: "Hairan bin ajaib, mengapa engkau berbuat kebaikan bagi orang0orang yang jahat dan pelit ini. Mereka telah menolak untuk memberi kepada kami tempat istirehat dan sesuap makanan untuk perut kami yang lapar. Sepatutnya engkau menuntut upah bagi usahamu menegakkan dinding itu, agar dengan upah yang engkau perolehi itu dapat kami menutupi keperluan makan minum kami."
Al-Khidhir menjawab: "Wahai Musa, inilah saat untuk kami berpisah sesuai dengan janjimu yang terakhir. Cukup sudah aku memberimu kesempatan dan uzur. Akan tetapi sebelum kami berpisah , akan aku berikan kepadamu tujuan serta alasan-alasan perbuatan-perbuatanku yang engkau rasakan tidak wajar dan kurang patut."
"Ketahuilah hai Musa", Al-Khidhir melanjutkan huraiannya,"bahawa pengrusakan bahtera yang kami tumpangi itu adalah dimaksudkan untuk menyelamatkannya dari pengambil-alihan oleh seorang raja yang zalim yang sedang mengejar di belakang bahtera itu. Sedang bahtera itu adalah milik orang-orang fakir-miskin yang digunakan sebagai sarana mencari nafkah bagi hidup mereka sehari-hari. Dengan melubangi yang aku lakukan dalam bahtera itu, si raja yang zalim itu akan berfikir dua kali untuk merampas bahtera itu yang dianggapnya rusak dan berlubang itu. Maka perbuatanku yang pada lahirnya adalah pengrusakan milik orang, namun tujuannya ialah menyelamatkannya dari tindakan perampasan sewenang-wenangnya."
"Adapun tentang anak yang aku bunuh itu ialah bertujuan menyelamatkan kedua orang tuanya dari gangguan anak yang durhaka itu. Kedua orang tua anak itu adalah orang-orang yang mukmin, soleh dan bertakwa yang aku khuatirkan akan menjadi tersesat dan melakukan hal-hal yang buruk karena dorongan anaknya yang durhaka itu. Aku harapkan dengan matinya anak itu Allah akan mengurniai anak pengganti yang soleh dan berbakti kepada mereka berdua."
Sedang mengenai dinding rumah yang ku perbaiki dan ku tegakkan kembali itu adalah karena dibawahnya terpendam harta peninggalan milik dua orang anak yatim piatu. Ayah mereka adalah orang yang soleh ahli ibadah dan Allah menghendaki bahwa warisan yang ditinggalkan untuk kedua anaknya itusampai ketangan mereka selamat dan utuh bila mereka sudah mencapai dewasanya, sebagai rahmat dari Tuhan serta ganjaran bagi ayah mereka yang soleh dan bertakwa itu."
Sedang mengenai dinding rumah yang ku perbaiki dan ku tegakkan kembali itu adalah karena dibawahnya terpendam harta peninggalan milik dua orang anak yatim piatu. Ayah mereka adalah orang yang soleh ahli ibadah dan Allah menghendaki bahwa warisan yang ditinggalkan untuk kedua anaknya itusampai ketangan mereka selamat dan utuh bila mereka sudah mencapai dewasanya, sebagai rahmat dari Tuhan serta ganjaran bagi ayah mereka yang soleh dan bertakwa itu."
"Demikianlah wahai Musa, apa yang ingin engkau ketahui tentang tujuan tindakan-tindakanku yang sepintas lalu engkau anggap buruk dan melanggar hukum. Semuanya itu telah kulakukan bukan atas kehendakku sendiri tetapi atas tuntunan wahyu Allah kepadaku." Dan ternyata benar bahwa ada orang yanglebih pandai dari Musa.
Qarun adalah kaum sekaligus keluarga dekatnya Musa. Ia dikurniai Allah kelapangan rezeki yang besar dan tidak ternilai bilangannya. Sampai – sampai para juru kuncinya tidak berdaya membawa atau memikul kunci - kunci peti harta itu. Tapi ia merasa masih belum puas dengan semua itu, sifat manusia yang serakah. Ia hanya memikirkan kesenangan peribadinya, tidak mau membantu fakir miskin. Ia dinasehati oleh para memuka kaumnya untuk bersikap dermawan dan tidak sombong, namun Qarun tetap keras kepala. Ia malah semakin memamerkan harta bendanya.
Dan Musa diperintah oleh Allah untuk memberitahukan kaumnya untuk emmbayar zakat sesuai ketentuan. Namun Qarus yang pelitd an kikir merasa zakat yang dikeluarkan terlalu banyak dan ia tidak mendapat untung. Akhirnya ia tidak mengeluarkan zakat dan memfitnah Musa bahwa Musa hanya akan menggunakan hasil zakat itu untuk memperkaya diri Musa sendiri. Ia juga akan menjatuhkan Musa dan kewibawaannya, Qaru bersekongkol dengan seorang wanita yang diajarinya agar mengaku didepan umum bahwa ia telah melakukan perbuatan zina dengan Musa. Akan tetapi Allah tidak rela nama Rasul-Nya tercemar oleh tuduhan palsu yang diaturkan oleh Qarun itu. Maka digerakkanlah hati wanita sewaannya itu untuk mengatakan keadaan yang sebenarnya bahwa ia hanya disuruh oelh Qarun.
Musa pun berdoa kepada Allah agar menurunkan azab kepada Qarun. Maka dengan izin Allah terjadilah tanah runtuh yang dahsyat di atas mana terletak bangunan mewah Qarun dan tempat penimbunan kekayaannya. Terbenamlah seketika itu Qarun hidup-hidup berserta semua milik kekayaan yang menjadi kebanggaannya. Maka sekarang jika ada orang yang menemukan harta terpendam disebutnya harta karun.
Catatan tambahan : Nabi Musa wafat pada usia 150 tahun di atas sebuah bukit bernama "Nabu", di mana ia diperintahkan oleh Allah untuk melihat tanah suci yang dijanjikan {Palestin} namun tidak sampai memasukinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar